A. Sebelum UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
1. Verordening op de Cooperative Verenigingen ( Staatsblad 431 Tahun 1915 )
Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, koperasi mulai tumbuh dan berkembang luas di wilayah jajahan. Meskipun saat itu pengetahuan terhadap prinsip-prinsip, asas-asas, dan manajemen koperasi belum dipahami dengan benar serta koperasi belum dapat berhasil seperti yang mereka harapkan, namun masyarakat telah menyadari bahwa dengan bekerjasama kesulitan di bidang ekonomi dapat ditanggulangi dimana adanya kerjasama itulah yang menjadi prinsip dasar suatu kesuksesan misi dan usaha koperasi. Melihat timbulnya fenomena ini, pemerintah Belanda mengeluarkan Verordening op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 431 Tahun 1915, untuk mengatur mengenai bentuk kerjasama koperasi tersebut. Peraturan yang konkordan dengan peraturan yang ada di Belanda ini sangat tidak cocok dengan keadaan di Indonesia. Ketentuan mengenai pendirian koperasi sangat sulit dipenuhi oleh rakyat Indonesia untuk mendirikan koperasi, karena ketentuan itu memang sengaja dibuat Belanda untuk menghambat pertumbuhan koperasi. Oleh karena itu, peraturan pertama koperasi di Indonesia ini dapat dikatakan tidak dapat diikuti oleh rakyat Indonesia dan mendapat reaksi keras dari kaum pergerakan nasional karena tidak memberi manfaat apapun bagi mereka.
2. Regeling Inlanndsche Cooperatieve Verenigingen (Staatsblad No.91 tahun 1927)
Adanya reaksi keras dan desakan dari rakyat, maka dibentuklah Cooperatieve Commissie untuk menyelidiki, apakah koperasi berfaedah bagi rakyat Hindia Belanda dan dengan jalan bagaimana semangat berkoperasi dapat dikobarkan. Atas pengaruh politik ethis di Belanda, enam tahun setelah menerima laporan bahwa koperasi penting kehadirannya bagi pembangunan dan peninkatan kesejahteraan ekonomi rakyat, dikeluarkanlah Regeling Inlanndsche Cooperatieve Verenigingen Stb.91 tahun 1927 yang tunduk pada hukum adat dan berlaku bagi pribumi. Jadi, peraturan yang sebelumnya masih tetap berlaku bagi orang Eropa dan Timur Asing. Peraturan ini mudah untuk diikuti oleh rakyat Hindia Belanda yang hendak mendirikan koperasi. Meskipun peraturan ini memberi kemudahan-kemudahan dalam pendirian koperasi, namun koperasi di Indonesia sulit untuk hidup dan berkembang atau maju pesat karena sistem ekonomi waktu itu sangat liberal, sedangkan sektor-sektor ekonomi tetap dikuasai oleh pemerintah Belanda. Keinginan berkoperasi pun semakin lama semakin menurun.
3. Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 Tahun 1933
Dengan digantinya peraturan koperasi yang ada di Belanda, maka peraturan koperasi di Indonesia yang konkordan dengan peraturan itu yaitu Verordening op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 431 Tahun 1915 digantikan dengan Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 Tahun 1933 secara umum dapat dikatakan bahwa isi ketentuan ini tidak berbeda dengan isi ketentuan yang ada di peraturan sebelumnya..
4. Regeling Cooperatieve Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949
Pada tanggal 11-14 Juli1947, diadakanlah kongres pertama koperasi seluruh Indonesia yang menetapkan 12 Juli sebagai Hari Koperasi; gotong royong merupakan asas koperasi; koperasi harus disoialisasikan kepada semua kalangan; mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI); dan direncanakan akan membentuk Bank Koperasi guna usaha untuk mengumpulkan permodalan. Pada tanggal 7 Juli 1949 diterbitkan Regeling Cooperatieve Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949. Peraturan ini tidak mencabut Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen, sehingga tetap ada dua peraturan yang berlau saat itu.
Tanggal 15-17 Juli 1953 dilangsungkan kongres kedua koperasi yang memutuskan mengubah SOKRI menjadi Dewan Koperasi Indonedia (DKI); mewajibkan DKI membentuk lembaga pendidikan koperasi dan mendirikan sekolah menengah koperasi di tiap provinsi serta memberi saran kepada pemerintah dalam membuat undang-undang yang mengatur tentang perkoperasian; dan mengangkat Mohammad Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tanggal 1 Januari 1957, Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen dibekukan dengan Menteri Kehakiman karena pemerintah ingin mengganti peraturan tersebut, sehingga peraturan koperasi yang berlaku menjadi satu saja, yaitu Regeling Cooperatieve Verenigingen yang berlaku untuk semua orang Indonesia.
5. Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958
Pada tanggal 27 Oktober 1958 pemerintah menerbitkan UU No.79 tentang Perkumpulan Koperasi sebagai UU koperasi nasional pertama yang dibuat berdasarkan UUD 1945. Karena UU ini dibuat secara tergesa-gesa, maka tidak banyak membawa perubahan dan dirasakan masih belum memenuhi kebutuhan untuk mengatur tentang perkumpulan koperasi. Namun sejak saat ini, koperasi Indonesia mulai menampakan diri dalam kancah pergaulan Koperasi Internasional dan secara eksplisit untuk pertama kalinya menerima dan mengembangkan prinsip-prinsip Rochdale. Dengan UU ini, maka Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen dan Regeling Cooperatieve Verenigingen secara resmi dicabut.
6. Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi.
Dengan diberlakukannya kembali UUD 1945, maka sebagai suatu peraturan peralihan, pemerintah menerbitakn Peraturan Pemerintah No.60 tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi sebagai peraturan pelaksana dari UU No.79 Tahun 1958. Pada masa demokrasi terpimpin ini pemerintah memperoleh kekuasaan seluas-luasnya untuk mencampuri lebih dalam lagi urusan internal koperasi, sehingga mengakibatkan melemahnya koperasi untuk mandiri.
7. Instruksi Presiden No.2 dan No. 3 Tahun 1960
Instruksi Presiden No.2 Tahun 1960 intinya adalah pembentukkan Badan Penggerak Koperasi (Bapengkop) sebagai wadah tunggal kerjasama antara jawatan koperasi dan masyarakat yang tujuannya untuk mendorong pertumbuhan gerakan koperasi. Sedangkan instruksi presiden no.3 intinya adalah mengenai peningkatan pendidikan berkoperasi. Pada masa ini, perkembangan koperasi sangat cepat dan mampu bersaing dengan perusahaan swasta, namun perlakuan pemerintah tersebut selain mematikan inisiatif koperasi, juga membawa perubahan terhadap mentalitas anggota koperasi sehingga dapat membuka peluang adanya penyelewenagn yang bertentangan dengan cita-cita koperasi.
Pada masa demokrasi terpimpin ini, walau pemerintah tampak memajukan dalam arti kuantitas, namun koperasi mengalami kemunduran secara idiil. Dari segi kualitas koperasi kehilangan sifatnya. Sendi-sendi dasar koperasi dan prinsip Rochdale praktis dihilangkan. Demokrasi diganti dengan penguasaan pemerintah atas kedaulatan koperasi. Kemandirian dan kepercayaan diri dalam koperasi menghilang karena adanya campur tangan pemerintah yang terlalu dalam.
8. UU Perkoperasian No.14 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Perkoperasian
Di dalam UU ini diterapkan prinsip nasakom. Meskipun dalam definisi koperasi dalam UU ini dicantumkan kata berdasarkan pancasila, tetapi isi dan jiwa UU ini mengandung hal-hal yang bertentangan dengan asas pokok, landasan kerja, landasan idiil koperasi dan pancasila itu sendiri. Pendefinisian itu menghilangkan hakekat keberadaan koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
9. UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian
Setelah PKI dibubarkan, mulai dilakukan pembenahan-pembenahan untuk mengembalikan kedudukan dan hakikat koperasi pada asas yang sebenarnya, seperti melakukan pemilihan pengurus baru melalui rapat anggota. Rasionalisasi dan reorganisasi dilakukan secara menyeluruh dalam kehidupan koperasi. Upaya pemurnian asa koperasi dan depolitisasi terhadap kehidupan koperasi dimantapkan lagi pada masa awal orde baru yang berhasil mensahkan UU No.12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian. Dengan adanya UU ini, terpenuhilah keinginan masyarakat dan aktivis koperasi untuk memiliki landasan pokok dalam mengatur kegiatan perekonomian yang sesuai dengan jiwa dan semangat pemerintahan Orde Baru yang berdasarkan pancasila.
B. Kronologi dan Sejarah Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Meski telah berlaku selama 25 tahun dan dunia koperasi maupun dunia usaha pada umumnya telah berkembang pesat, namun UU No.12 masih belum sepenuhnya menampung hal-hal yang diperlukan untuk menunjang kegiatan perkumpulan koperasi, baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat, sehingga diterbitkan UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. UU ini dimaksudkan untuk memperjelas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, dan permodalan koperasi serta pembinaan koperasi sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945. UU ini juga diharapkan dapat terarah sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional dan pengembangannya diarahkan agar tetap menerapkan prinsip dan kaidah usaha ekonomi. UU ini memberikan kesempatan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota, sehingga koperasi dapat menghimpun dana untuk pengembangan usahanya. Selain itu, dalam UU ini ditanamkan pemikiran ke arah pengembangan pengelolaan koperasi secara profesional.
0 komentar:
Posting Komentar