Kasus Secure Parking
A. Biaya Materiil
- Mobil 60.000.000
- Sewa Mobil untuk kegiatan sehari-hari 57.800.000
- Biaya Pengacara 20.000.000
B. Biaya Immateriil 100.000.000
Rp. 237.800.000,-
Analisis:
Dalam kasus tersebut ada klausula baku yang dimuat dalam karcis parkir yang menyatakan bahwa “Pengelola tidak bertanggungjawab atas kehilangan, kerusakan, kecelakaaan atas kendaraan ataupun kehilangan barang-barang yang terdapat di dalam kendaraan dan/atau yang menimpa orang yang menggunakan area parkir pihak pengelola (security parking)”
Klausula baku tersebut yang menimbulkan masalah dalam menentukan apakah pihak pengelola yang dalam hal ini adalah PT. Securindo Packatama Indonesia harus bertanggungjawab atas kehilangan mobil dari Anny R. Gultom dan Hontas Tambunan. Dalam tinjauan dari segi perdata yaitu Pasal 1366[1] jo. Pasal 1367[2] KUHPedata, yang berarti semua tanggung jawab berada dibawah kekuasaan Pengelola dalam hal ini PT. Securindo Packatama Indonesia sebagai pihak yang menyediakan jasa parkir di ITC Cempaka Mas.
Dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa hal tersebut tidak terlepas dari kelalaian dan kekuranghati-hatian pihak pengelola ataupun pegawai Tergugat yang bertugas tidak hanya mengatur kelancaran dalam parkir, melainkan bertugas untuk mengontrol semua kendaraan yang lalu lalang dalam tempat parkir tersebut. Selain itu, berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1226K/Sip/1997 tertanggal 13 April 1978, yang berisi segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan menjadi tanggung jawab dari majikan. Apabila dikaitkan dengan kasus ini maka, pegawai dari PT. Securindo Packatama Indonesia yang memberikan pelayanan parkir mempunyai tanggung jawab secara hirarkis kepada pihak pengelola. Oleh karena itu, tanggung jawab ini terpenuhi oleh pihak Tergugat yaitu PT. Securindo Packatama Indonesia.
Pertimbangan lain dari Majelis Hakim PN Jakpus adalah mengenai klausula baku yang dikeluarkan oleh PT. Securindo Packatama Indonesia sebagai penyedia jasa secure parking adalah Perjanjian tersebut mempunyai kesepakatan bercacat hukum karena timbul dari ketidakbebasan pihak yang menerima klausula baku sebab manakala pengendara mobil memasukii areal parkir, ia yidak mempunyai pilihan selain memilih parkir disitu, sehingga kesepakatan tersebut tidak berat sebelah. Kesepakatan itu diterima seolah-olah dalam keadaan terpaksa oleh pihak pengendara. Dalam putusan PN Jakpus dimasukkan juga penyelesaian menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengacu pada pengertian konsumen[3], hak-hak konsumen[4] dan klausula baku[5].
Dalam pertimbangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pelaku usaha dilarang membuat klausula baku yang mengalihkan tanggung jawab dari pelaku usaha kepada konsumen dengan cara apapun. Dengan demikian, pertimbangan ini yang semakin menguatkan bahwa Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan oleh pihak PT. Securindo Packatama Indonesia berusaha melemparkan tanggung jawab kepada Anny R. Gultom dan Hontas Tambunan dalam hal hilangnya mobil pemilik aslinya. Dalam Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memutuskan Pihak PT. Securindo Packatama Indonesia terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan mengabulkan sebagian dari gugatan Pihak Penggugat dalam hal ini adalah Anny R. Gultom dan Hontas Tambunan dengan menyuruh pihak penggugat membayar ganti rugi sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Kasus Snack Hero
Dalam kasus tersebut penyelesaian pidananya dapat menggunakan Pasal 204[6] KUHP ataupun Pasal 205[7] KUHP, sedangkan dalam penyelesaian perdata untuk menuntut ganti rugi dapat menggunakan Pasal 1243 KUHPerdata – 1289 KUHPerdata tentang ingkar janji (wanprestasi) atau Pasal 1365 KUHPerdata, 1366 KUHPerdata, 1367 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum, sedangkan Pasal 1370 KUHPerdata tentang kurang hati-hati mengakibatkna mati, dan Pasal 1371 KUHPerdata bila mengakibatkan cacat badan.
Akan tetapi, perlu dicermati bahwa penyelesaian tersebut juga dapat dimasukan unsur perlindungan konsumen mengenai produk yang tercemar yaitu Pasal 8 ayat (2), (3), dan (4) yang berisi:
(2). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3). Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4). Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Dari rumusan pasal diatas dapat ditarik benang merah masalah penyelesaian perlindungan konsumen, dimana Ny. Lingga sebagai Konsumen yang membeli 2 bungkus abon sapi spesial 150 gr merk snack Hero, dan selanjutnya Hero disebut sebagai Pelaku Usaha, telah melakukan pencemaran dalam produknya sendiri, dimana pihak Konsumen menemukan potongan-potongan binatang kecoa dalam abon sapi spesial merk Hero.
Dengan adanya kerugian seperti ini, pihak Konsumen yaitu Ny. Lingga dapat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum mengenai hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pihak Hero.
Meninjau kasus diatas, siapa yang paling bertanggung jawab dalam pencemaran produk abon sapi tersebut adalah Pelaku Usaha, karena selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka Pelaku Usaha dalam hal ini pihak Hero harus bertanggung jawab atas akibat-akibat dan kerugian yang dialami oleh Konsumen, kecuali pelaku usaha atau produsen dapat membuktikan bahwa pencemaran makanan tersebut karena kesalahan distributor atau salah salah dalam memperlakukan produk tersebut. Kosumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada 2 pihak yaitu produsen dan distributor.
[1] Dalam Pasal 1366 KUHPerdata dinyatakan “Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga alas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.”
[2] Sedangkan dalam Pasal 1367 KUHPerdata dinyatakan bahwa “Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya....”
[3] “Konsumen adalah setiap orang pemakai harang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan” (lhat Pasal 1 butir 2 UU No. 8 Tahun 1999).
[4] Salah satu hak konsumen adalah “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa” (lihat Pasal 4 huruf a UU No. 8 Tahun 1999).
[5] Dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 adanya larangan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha kepada konsumen yang dicantumkan dalam klausula baku.
[6] Pasal 204 ayat (1) KUHP mengatur: “Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang tidak diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifatnya berbahaya itu tidak diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
[7] Pasal 205 ayat (1) KUHP mengatur: “Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan, atau dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan, atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.”
0 komentar:
Posting Komentar