Rabu, 23 Desember 2009

Teori Gabungan TIndak Pidana

TEORI SAMENLOOP

Samenloop / concursus dapat diterjemahkan gabungan atau perbarengan. Dalam makalah ini akan digunakan istilah “gabungan”. Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia melanggar beberapa peraturan pidana atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan itu belum dijatuhi putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap beberapa pelanggaran dari beberapa peraturan pidana itu diadili sekaligus.

Dengan demikian maka syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menyatakan adanya gabungan adalah:

· Ada dua/ lebih tindak pidana dilakukan;

· Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh satu orang (atau dua orang dalam hal penyertaan);

· Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut belum ada yang diadili; dan

· Bahwa dua/ lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.

A. Sistem Pemidanaan

Pada dasarnya teori gabungan tindak pidana dimaksudkan untuk menentukan pidana apa dan berapa ancaman maksimum pidana yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah melakukan lebih dari satu tindak pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenal 4 (empat) sistem atau stelsel pemidanaan, yaitu:

1. Stelsel Absorpsi

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang masing-masing diancam dengan pidana yang berbeda, maka menurut sistem ini hanya dijatuhkan satu pidana saja, yaitu pidana yang terberat walaupun orang tersebut melakukan beberapa delik.

2. Stelsel Kumulasi

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa delik yang diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut sistem ini tiap-tiap pidana yang diancamkan terhadap delik-delik yang dilakukan oleh orang itu semuanya dijatuhkan.

3. Absorpsi Diperberat

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, menurut stelsel ini pada hakikatnya hanya dapat dijatuhkan 1 (satu) pidana saja yakni yang terberat, akan tetapi dalam hal ini diperberat dengan menambah sepertiganya (1/3).

4. Kumulasi Terbatas

Apabila seeorang melakukan beberapa jenis perbuatan yang menimbulkan beberapa jenis delik yang masing-masing diancam dengan pidana sendiri-sendiri, maka menurut stelsel ini, semua pidana yang diancamkan terhadap masing-masing delik dijatuhkan semuanya. Akan tetapi, jumlah pidana itu harus dibatasi, yaitu jumlahnya tidak boleh melebihi dari pidana terberat ditambah sepertiga (1/3).

B. Bentuk Samenloop

Gabungan memiliki beberapa bentuk, yaitu:

1. Gabungan dalam satu perbuatan (Eendaadse Samenloop/Concursus Idealis)

Yaitu apabila seseorang melakukan satu perbuatan, tetapi dengan satu perbuatan itu ia melanggar beberapa peraturan pidana yang berarti ia telah melakukan beberapa tindak pidana.Hal ini diatur dalam pasal 63 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan.

Di antara para sarjana terdapat perbedaan pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan satu tindakan. Sebelum tahun 1932, Hoge Raad barpendirian yang ternyata dalam putusannya, bahwa yang dimaksud dengan satu tindakan dalam pasal 63 ayat (1) KUHP adalah tindakan nyata atau tindakan materiil.

Taverne bertolak pangkal dari pandangan hukum pidana bahwa tindakan itu terdiri dari dua/lebih tindakan yang terdiri sendiri yang mempunyai sifat yang berbeda yang tak ada kaitannya satu sama lain dapat dibayangkan keterpisahan masing-masing.

Akibat dari pendirian Hoge Raad ini, makna dari pasal 63 ayat (1) menjadi sempit. Hanya dalam hal-hal terbatas masih apat dibayangkan kemanfaatan dari ketentuan pasal tersebut.

Pendirian Hoge Raad bersandar kepada sifat atau ciri yang terdapat pada tindakan tersebut, namun belum secara tegas dapat diketahui apa yang dimaksud dengan satu tindakan dan beberapa perbuatan. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam prakterknya Hoge Raad menyelesaikan perkara secara kasuistis.

Modderman mengatakan bahwa dilihat dari sudut badaniah tindakan itu hanyalah satu saja akan tetapi dari sudut rohani ia merupakan pluralitas (ganda).

Sedangkan Pompe mengutarakan bahwa apabila seseorang melakukan satu tindakan pada suatu tempat dan saat, namun harus dipandang merupakan beberapa tindakan apabila tindakan itu mempunyai lebih dari satu tujuan atau cukupan.

Ketentuan dalam pasal 63 ayat (2) sesuai dengan asas lex spesialis derogat lex general, yang artinya ketentuan khusus mengenyampingkan ketentuan yang umum. Yang dimaksud dengan ketentuan pidana khusus adalah jika pada tindak pidana khusus itu termuat atau tercakup semua unsur-unsur yang ada pada tindak pidana umum, akan tetapi padanya masih ada unsur lainnya atau suatu kekhususan.

Pemidanaan dalam hal concursus idealis menggunakan stelsel absorpsi murni yaitu dengan salah satu pidana yang terberat.

2. Gabungan dalam beberapa perbuatan (Meerdaadse Samenloop/concursus realis)

Yaitu apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan tiap-tiap perbuatan tindak pidana sendiri-sendiri dan terhadap perbuatan-perbuatan tadi diadili sekaligus. Hal ini diatur dalam pasal 65, 66, 70 dan 70 bis KUHP.

Menurut ketentuan yang termuat dalam KUHP, concursus realis dibedakan antara jenis tindak pidana yang dilakukan. Tindak pidana kejahatan termuat dalam pasal 65 dan 66 KUHP. Sedangkan tindak pidana pelanggaran termuat dalam pasal 70 dan 70 bis.

Pasal 65 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis dan sistem pemidanaan menggunakan sistem absorpsi diperberat. Pasal 66 KUHP mengatur gabungan dalam beberapa perbuatan yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis dan sistem pemidanaanya juga menggunakan absorpsi diperberat.

Perbedaan antara pasal 65 dan 66 KUHP terletak pada pidana pokok yang diancamkan terhadap kejahatan-kejahatan yang timbul karena perbuatan-perbuatannya itu yaitu apakah pidana pokok yang diancamkannya itu sejenis atau tidak.

Sedangkan pasal 70 KUHP mengatur apabila seseorang melakukan beberapa pelanggaran atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang merupakan kejahatan dan pelanggaran.

Jika pasal 65 dan 66 menyebutkan tentang gabungan kejahatan dengan kejahatan, pasal 70 memberi ketentuan tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Dalam hal ini maka kejahatannya dijatuhkan hukumannya sendiri, sedangkan bagi masing-masing pelanggarannya pun dikenakan hukuman sendiri-sendiri dengan pengertian bahwa jumlah semuanya dari hukuman kurungan yang dijatuhkan bagi pelanggaran-pelanggaran itu tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak lebih dari delapan bulan.

Pasal 70 bis menentukan kejahatan-kajahatan ringan dianggap sebagai pelanggaran. Bagi masing-masing kejahatan ringan tersebut harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri dengan ketentuan bahwa jika dijatuhkan hukuman penjara maka jumlah semua hukuman tidak boleh lebih dari delapan bulan.

3. Perbuatan berlanjut (Voorgezette Handeling)

Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan beberapa perbuatan itu merupakan tindak pidana sendriri. Tetapi di antara perbuatan itu ada yang hubungan sedemikian eratnya satu sama lain sehingga beberapa perbuatan itu harus dianggap sebagai satu peruatan lanjutan. Hal ini diatur dalam pasal 64 KUHP dan pemidanaannya menggunakan sistem absorpsi.

Apa yang dimaksud dengan perbuatan berlanjut? Terdapat beberapa pendapat mengenai perbuatan berlanjut tersebut. Ada sarjana yang memberikan pengertian bahwa perbuatan berlanjut adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan delik, tetapi beberapa perbuatan yang masing-masing delik itu seolah-olah digabungkan menjadi satu delik.

Sedangkan Simons mengatakan bahwa KUHP yang berlaku sekarang tidak mengenal vorgezette handeling sebagaimana diatur dalam pasal 64 KUHP yang merupakan bentuk gabungan dalam concursus realis. Hanya tentang pemidanaan pasal 64 KUHP menyimpang dari ketentuan pasal 65 dan 66 KUHP. Menurut pasal 65 dan 66 KUHP yang dijatuhkan adalah satu pidana yang terberat ditambah dengan sepetiganya. Sedangkan menurut pasal 64 KUHP yang dijatuhkan hanya satu pidana yang diperberat. Oleh karena itu, Simons menganggap pasal 64 KUHP sebagai pengecualian terhadap concursus realis/ meerdaadse samenloop.

Adapun ciri-ciri dari perbuatan berlanjut adalah:

1) Tindakan-tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu kehendak jahat;

2) Delik-delik yang terjadi itu sejenis; dan

3) Tenggang waktu antara terjdinya tindakan-tindakan tersebut tidak terlampau lama.

Persoalan mengenai sejauh mana cakupan dari satu kehendak jahat tersebut erat hubungannya dengan delik dolus/ culpa dan delik materil/ formil. Untuk delik dolus dalam hubungannya dengan delik materiil/ formal tidak ada persoalan mengenai cakupan dari sau kehendak jahat tersebut.

Daftar Pustaka

Kanter, E.Y. dan S.R. Sianturi.2002.Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya. Jakarta: Penerbit Storia Grafika.

Loqman, Loebby. 1996.Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Tindak Pidana. Jakarta:

Universitas Tarumanegara.

Soesilo, R.1993.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia.

0 komentar: